Kamis, 25 April 2024

SELAMAT MENGUNJUNGI WEBSITE BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN PENDIDIKAN NONFORMAL. PELAKSANAAN AKREDITASI SATUAN PAUD DAN PNF GRATIS/TIDAK BERBAYAR
close x

Sinergi Tripusat Pendidikan untuk Penguatan Karakter

Sinergi Tripusat Pendidikan untuk Penguatan Karakt_1568363098.png

Menurut diktum dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas), pendidikan didefinisikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan.

Pengertian tersebut memberikan gambaran betapa pendidikan harus berorientasi pada pengembangan potensi anak. Hal itu berarti tugas pendidik adalah menfasilitasi peserta didik agar mengenali potensi dirinya. Tetapi jujur harus diakui, tugas mendampingi anak agar mengenali kekuatan dan kelemahan diri sering diabaikan pendidik. Bahkan orang tua juga sering kurang memperhatikan potensi anaknya. Padahal anak merupakan amanah Tuhan. Orang tua harus memberikan pendidikan dan pengasuhan yang terbaik bagi buah hatinya.

Begitu pentingnya pendidikan dan pengasuhan anak sehingga al-Qur’an beberapa kali menggambarkan karakter anak. Dalam al-Qur’an, anak dilukiskan sebagai penyejuk pandangan (QS. Al-Furqan: 74) dan hiasan hidup di dunia (QS. Al-Kahfi: 46). Anak juga digambarkan secara antagonistik, misalnya sebagai musuh (QS. Al-Taghabun: 14) dan fitnah atau cobaan (QS. Al-Taghabun: 15). Kalam Ilahi ini menunjukkan betapa perhatian al-Qur’an pada anak. Karena itulah, orang tua dan pendidik penting bersinergi untuk mengembangan potensi anak agar sukses menghadapi tantangan masa depan

Dalam banyak kesempatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy juga menekankan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tiga institusi ini populer disebut tripusat (trisentra) pendidikan. Dengan demikian, tidak seharusnya tanggung jawab pendidikan hanya diserahkan pada sekolah. Orang tua atau keluarga juga memiliki posisi strategis untuk mendidik dan mengasuh anak.

Para pendidik di sekolah memang memiliki tanggung jawab mendidik anak-anak dengan sepenuh hati. Tetapi tugas itu dijalankan guru selama anak-anak berada di sekolah. Ketika berada di luar sekolah, pendidikan anak menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Justru lingkungan keluarga dan masyarakat itulah yang banyak membentuk karakter anak. Hal itu karena waktu anak berada di lingkungan keluarga dan masyarakat jauh lebih lama dibanding di sekolah.

Tetapi jujur harus diakui bahwa masih banyak keluarga dan masyarakat yang belum berfungsi sebagai pendidik dan pengasuh yang ideal bagi anak-anak. Bahkan ada keluarga yang mengalami broken home sehingga berdampak pada perkembangan jiwa anak. Padahal lingkungan keluarga merupakan bagian dari tripusat pendidikan yang pertama sekaligus terpenting. Hal itu sejalan dengan pernyataan hikmah yang mengatakan; al-bayt madrasah al-ula (keluarga merupakan institusi pendidikan yang terutama).

Bahkan lebih spesifik disebutkan; al-umm madrasah al-ula (Ibu merupakan pendidik yang andal bagi buah hatinya). Pernyataan ini merupakan pengakuan betapa penting peran seorang ibu bagi pendidikan anak. Tatkala anak berada di lingkungan keluarga, orang tualah yang berperan sebagai pendidik (murabbi). Bukan sekedar mendidik, orang tua juga harus memberikan keteladanan bagi buah hatinya. Pola pikir orang tua juga harus berubah sesuai dengan tantangan zaman. Apalagi kini orang tua dihadapkan dengan karakter generasi milenial. Pada era ini anak-anak begitu terampil bermedia social (medsos). Kondisi ini meniscayakan orang tua menggunakan pendekatan yang sesuai dengan Zaman Now.

Peringatan tersebut penting karena zaman telah berubah begitu cepat. Dunia digital yang menjadi salah satu ciri era industri 4.0 juga menghampiri kehidupan anak. Kini anak-anak pun menjadi bagian komunitas virtual (virtual community). Mereka lebih banyak berinteraksi melalui dunia maya atau medsos. Mereka begitu terampil berkomunikasi melalui blog, facebook, instagram, twitter, telegram, WhatsApp, dan medsos lainnya. Fakta ini harus menjadi perhatian agar orang tua menemukan metode yang tepat untuk mendidik dan mengasuh buah hatinya.

Tripusat pendidikan yang kedua adalah sekolah. Bagi sebagian besar orang tua, sekolah benar-benar menjadi tumpuhan pendidikan dan pengasuhan anak. Keluarga atau orang tua yang belum well educated sangat menggantungkan pendidikan dan pengasuhan anak pada sekolah. Ada juga keluarga yang merasa belum mampu mendidik dan mengasuh anak dengan baik karena kesibukan bekerja. Pada konteks inilah sekolah harus menjadi rumah kedua yang ramah dan nyaman bagi anak-anak.

Untuk itulah Kemendikbud mengusung tagline “Senang Belajar di Rumah Kedua.” Tagline ini menarik karena ada komitmen untuk menjadikan sekolah sebagai rumah kedua yang ramah bagi anak-anak. Komitmen menjadikan sekolah sebagai rumah kedua penting karena masih ada banyak insiden kekerasan yang melibatkan pelajar. Tagline ini penting untuk menjawab kebutuhan orang tua dan keluarga yang masih memiliki masalah dengan pendidikan dan pengasuhan anak.

Di tengah derasnya pemberitaan mengenai insiden kekerasan pada anak, sekolah seharusnya menjadi tempat yang ramah untuk menyemai nilai-nilai karakter. Disinilah pentingnya sekolah mengimplementasikan konsep pendidikan ramah anak (friendly child education). Konsep pendidikan ramah anak jelas membutuhkan komitmen dari seluruh ekosistem sekolah. Lingkungan sekolah juga harus dirancang seramah mungkin sehingga anak-anak merasa nyaman berada di rumah kedua.

Untuk mengimplementasikan konsep pendidikan ramah anak pasti membutuhkan komitmen guru. Guru harus tampil seutuhnya sebagai pendidik yang mendampingi anak-anak. Guru juga dituntut untuk berperan sebagai orang tua sekaligus sahabat bagi anak-anak selama berada di sekolah. Memang tidak mudah menjalani tugas sebagai pendidik sejati. Karena itu, selalu dikatakan bahwa guru sejatinya bukan sekedar profesi. Lebih dari itu, menjadi guru merupakan panggilan hati. Spirit inilah yang seharusnya melekat pada diri setiap pendidik.

Sebagai konsekwensinya, pemerintah dan masyarakat harus memuliakan profesi guru. Salah satu indikator memuliakan profesi guru adalah menjamin kesejahteraannya. Tidak boleh ada guru yang hidupnya jauh dari layak, apalagi menderita. Rasanya tidak pernah terlintas dalam pikiran guru untuk hidup bergelimang harta. Dari awal, mereka pasti menyadari bahwa menjadi guru bukan jalan meraih kekayaan materi. Tetapi, itu bukan alasan untuk tidak mensejahterakan guru. Jika para guru sejahtera, mereka bisa mendidik dengan penuh semangat.

Tripusat pendidikan ketiga adalah lingkungan masyarakat. Masyarakat dapat dipahami mereka yang peduli terhadap pendidikan (stakeholders). Umumnya mereka tergabung dalam komite sekolah, ikatan wali murid, ikatan alumni, dunia industri dan dunia usaha (DUDI), komunitas seni dan budaya, organisasi profesi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan (ormas). Tegasnya, kelompok masyarakat peduli pendidikan dapat berasal dari manapun. Termasuk para alumni yang bekerja di luar negeri.

Kini tugas sekolah dan pemerintah adalah mensinergikan potensi sumber daya keluarga dan masyarakat untuk penguatan pendidikan karakter. Sinergi tripusat pendidikan dibutuhkan untuk mewujudkan generasi emas 2045. Mengapa 2045? Karena pada saat itu negeri tercinta akan merayakan 100 tahun kemerdekaan RI. Pada perayaan seabad kemerdekaan itulah kita akan memperoleh bonus demografi yang. Pada saat itu pula kita berharap akan menyaksikan tampilnya generasi emas yang benar-benar berkarater. Semoga!

 

Oleh:

Dr. Biyanto, M. Ag.

Dosen UIN Sunan Ampel

Anggota BAN PAUD dan PNF
 

 

oleh: Dr. Eneng Darol Afiah, M.Si Anggota BAN PAUD dan PNF

Sumber dari: https://banpaudpnf.kemdikbud.go.id/berita/melewati-lubang-maut-mengalami-gempa-bumi-di-palu-sulawesi-tengah
oleh: Dr. Eneng Darol Afiah, M.Si Anggota BAN PAUD dan PNF

Sumber dari: https://banpaudpnf.kemdikbud.go.id/berita/melewati-lubang-maut-mengalami-gempa-bumi-di-palu-sulawesi-tengah